‘Si Penolong’: Mengenal Perilaku Altruisme

Kamu pasti sering dengar istilah ‘penolong’, kan? Biasanya, orang yang disebut penolong itu adalah mereka yang kerjanya membantu orang lain, misalnya dokter, perawat, polisi, pemadam kebakaran, atau relawan kemanusiaan. Tapi, sebenarnya, siapa pun bisa jadi penolong, lho, asal mau dan bisa.

Penolong itu orang yang ngasih bantuan atau dukungan ke orang lain tanpa minta balas jasa. Penolong juga bisa dibilang orang yang punya perilaku altruisme. Altruisme itu sikap atau tindakan yang dilakuin buat kepentingan atau kesejahteraan orang lain tanpa mikirin untung rugi buat diri sendiri.

Perilaku altruisme sering kelihatan pas ada keadaan darurat, misalnya pas ada korban bencana alam, kecelakaan lalu lintas, atau kekerasan. Pas situasi kayak gitu, ada aja orang-orang yang langsung sigap dan berani nolong korban, bahkan sampe rela ngorbanin keselamatan atau nyawa mereka sendiri. Salah satu contoh nyata dari perilaku altruisme ini adalah aksi heroik seorang sopir angkot di Bandung yang nolong seorang wanita yang diserang oleh perampok dengan cara nabrak angkotnya ke motor pelaku. Sopir angkot itu kena luka-luka dan rugi materi, tapi dia berhasil selametin nyawa wanita itu.

Nah, apa sih yang bikin seseorang berperilaku altruisme? Apa ada faktor-faktor tertentu yang ngaruh ke perilaku ini? Menurut para ahli psikologi sosial, ada beberapa faktor yang bisa bikin seseorang berperilaku altruisme, antara lain:

  • Faktor situasional. 

Perilaku altruisme lebih gampang terjadi kalo seseorang sadar ada situasi darurat, ngerasa harus nolong, ngerasa bisa nolong, dan ngerasa korban layak ditolong.

  • Faktor kepribadian. 

Perilaku altruisme lebih gampang ditunjukin sama orang-orang yang punya sifat-sifat kayak empati, simpati, rasa bersalah, harga diri tinggi, religiusitas, dan orientasi sosial.

  • Faktor sosial. 

Perilaku altruisme juga bisa dipengaruhi sama norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat, kayak norma sosial timbal balik (ngebantu orang lain dengan harapan bakal dibantu balik) dan norma sosial tanggung jawab (ngebantu orang lain yang butuh bantuan).

  • Faktor biologis. 

Perilaku altruisme juga bisa dipengaruhi sama faktor genetik dan hormonal. Beberapa penelitian nunjukin bahwa ada gen tertentu yang berhubungan sama perilaku altruisme dan bahwa hormon oksitosin bisa naikin rasa empati dan kepercayaan pada orang lain.

Perilaku altruisme nggak cuma berguna buat orang lain yang ditolong, tapi juga buat penolongnya sendiri. Beberapa manfaat dari perilaku altruisme adalah:

  • Nambahin kesehatan fisik dan mental. 

Penelitian nunjukin bahwa orang-orang yang sering berperilaku altruisme cenderung punya sistem kekebalan tubuh yang lebih bagus, tekanan darah yang lebih rendah, stres yang lebih rendah, depresi yang lebih rendah, dan kepuasan hidup yang lebih tinggi.

  • Nambahin hubungan sosial. 

Perilaku altruisme bisa ngekuat-in ikatan sosial antara penolong sama orang lain yang ditolong atau disaksikan. Hal ini bisa nambahin rasa saling percaya, hormat, dan bersyukur di antara mereka.

  • Nambahin citra diri. 

Perilaku altruisme bisa nambahin rasa percaya diri, harga diri, dan identitas sosial penolong. Penolong bisa ngerasa bangga sama dirinya sendiri karena udah ngelakuin sesuatu yang baik dan bermakna buat orang lain.

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulin bahwa perilaku altruisme adalah perilaku yang luar biasa dan patut dihargai. Perilaku ini nunjukin bahwa masih ada kemanusiaan dan kebaikan di dunia ini. Makanya, yuk kita belajar buat jadi penolong buat sesama, baik pas ada situasi darurat maupun sehari-hari. Dengan gitu, kita bisa bikin dunia ini jadi tempat yang lebih baik buat hidup.